Ilustrasi Penyalahgunaan Teknologi Informasi |
Kemajuan di bidang
teknologi informasi telah merubah wajah dunia dan menggeser pemahaman terhadap
kekuatan (power) suatu negara sekaligus menunjukan adanya difusi dalam
pengertian tersebut. Kekuatan suatu negara tidak lagi dinilai semata-mata dari
seberapa besar kekuatan militer atau ekonomi yang dimiliki, tetapi juga
tergantung dari penguasaan teknologi informasi. Pada abad ke-21 hampir
setiap aktivitas, mulai dari aktivitas personal hingga pemerintahan bertumpu
pada penggunaan teknologi informasi.
Tidak dapat dipungkiri,
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, memberikan manfaat besar bagi
kemajuan suatu bangsa. Dalam perkembangannya, kemajuan teknologi informasi
telah berdampak pada perubahan hubungan antarbangsa, baik pada masa damai maupun
pada masa perang. Melalui pemanfaatan teknologi informasi yang konstruktif,
hubungan sosial antarbangsa dapat terselenggara secara langsung dalam waktu
relatif singkat dan tanpa hambatan apapun. Melalui teknologi informasi pula,
kemajuan ilmu pengetahuan dapat terdistribusi dan tersebar luas di tengah –
tengah masyarakat.
Namun, tidak dapat
dihindari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi informasidigunakan pula untuk
tujuan – tujuan yang destruktif, baik oleh perorangan, kelompok dan bahkan oleh
negara dalam rangka menyebarluaskan pengaruh atau dalam rangka perang (Cyber
warfare). Pemanfaatan teknologi informasi yang destruktif seperti ini pada
dasarnya merupakan ancaman bagi Ketahanan Nasional suatu bangsa dan negara.
Ancaman tersebut terbagi dalam ancaman yang bersifat militer dan ancaman yang
bersifat nir-militer. Ancaman yang bersifat militer terhadap Ketahanan Nasional
adalah ancaman terhadap ketahanan bidang pertahanan dan keamanan. Sementara
itu, ancaman yang bersifat nir-militer adalah ancaman terhadap ketahanan
ideologi, politik, ekonomi, dan sosial-budaya dari suatu bangsa dan negara.
Kedua bentuk ancaman
tersebut, utamanya ancaman nir – militer, merupakan suatu hal yang tidak
terhindarkan dan harus dihadapi secara kolektif oleh segenap komponen bangsa
secara cerdas dan cermat. Para pemangku kepentingan dan para pelaku – pelaku
kegiatan yang bersentuhan langsung dengan berbagai bentuk kegiatan yang terkait
dengan teknologi informasi, harus mampu menyikapi hal – hal tersebut dalam
perspektif ketahanan nasional yang mengedepankan kepentingan bangsa.
Disadari, merupakan suatu
kemustahilan untuk membendung derasnya arus informasi di era keterbukaan. Oleh
karena itu, untuk mempertahankan identitas dan jati dirinya sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat secara utuh, dibutuhkan kesamaan pola pikir, pola sikap
dan pola tindak para pemangku kepentingan dan pelaku kegiatan dalam bidang
teknologi informasi, yang didasarkan pada konsepsi Geopolitik (Wawasan
Nusantara) dan GeostrategiIndonesia (Ketahanan Nasional).
Sejalan dengan
berkembangnya kehidupan yang lebih demokratis, akses informasi dan pengetahuan
telah menjadi hak dasar manusia yang harus terpenuhi. Hal ini dipertegas dengan
lahirnya Declaration Principles and Plan of Action – the World Summit on the Information
Society (WSIS 2003) yang bertemakan “Building the Information
Society: a global challenge in the new Millennium”. Oleh karena itu, dapat
dipahami bahwa di era informasi, kebutuhan publik atau masyarakat terhadap
akses informasi akan sama pentingnya sebagaimana kebutuhan masyarakat atas
kebutuhan dasar dan pokok lainnya. Hal ini sejalan dengan amanat UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28 C (1), yang menyatakan bahwa setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
Namun demikian, pemenuhan
dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap informasi dan ilmu pengetahuan,
harus dapat dikelola secara bijak dalam koridor Ketahanan Nasional dan
kepentingan bangsa yang lebih besar. Para pemangku kepentingan dan para pelaku
usaha di bidang informasi, dituntut untuk memiliki kemampuan memilih dan
memilah arus informasi yang layak disajikan bagi para penggunanya. Harus
dipahami, penyalahgunaan dan penyimpangan atas informasi yang tidak sesuai
dengan norma dan jati diri bangsa, dapat berimplikasi terhadap ketahanan
nasional dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di
wilayah NKRI.
Ketahanan
Nasional di Era Informasi (Information Era)
Pada hakikatnya, konsepsi
Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional
melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara
seimbang, serasi, dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional secara
utuh menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan
Nusantara. Berdasarkan pengertian tersebut, sesungguhnya Ketahanan Nasional
merupakan gambaran dari kondisi kehidupan nasional dalam berbagai aspeknya yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ruang dan waktu. Oleh karena itu,
Ketahanan Nasional akan bersifat kompleks dan sangat dinamis yang akan berubah
dari waktu ke waktu.
Sebagai suatu kondisi,
Ketahanan Nasional senantiasa akan dipengaruhi dan terkait erat dengan kondisi
aspek statis dan aspek dinamis suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia, aspek
statis yang dipandang memiliki pengaruh tehadap kondisi ketahanan nasional,
terdiri dari tiga aspek statis (Tri Gatra) yaitu: Geografi, Sumber Kekayaan
Alam dan Demografi. Sedangkan aspek dinamis yang mempengaruhi kondisi ketahanan
nasional terdiri dari lima aspek yang bersifat dinamis (Panca Gatra), yaitu :
Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan). Kedua aspek
tersebut saling terkait dan satu dengan lainnya membentuk tata laku masyarakat
bangsa dan negara.
Era-cyber, era dimana
setiap aktivitas maupun sistem jaringan komputer saling
terkoneksi melalui
penggunaan teknologi informasi, merupakan era yang menjanjikan karena
memberikan kesempatan untuk pengembangan diri setiap individu yang dapat
memanfaatkannya. Namun demikian, ketidakmampuan untuk menghadapi
era cyber dapat menjadi ancaman apabila suatu bangsa dan negara tidak
memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi secara
baik, benar, dan tepat guna.
Terkait dengan hal
tersebut, potensi ancaman terhadap Ketahanan Nasional yang perlu diwaspadai,
yaitu:
Elemen Statis (Trigatra).
Aspek Geografis. Secara geografis, Indonesia
memiliki posisi yang
strategis karena terletak di wilayah yang dilalui jalur perdagangan dunia
antara dua samudera dan dua benua. Sebagai negara kepulauan yang telah diakui
oleh masyarakat dunia, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan
keamanan dan keselamatan bagi lalu lintas pelayaran dunia. Tingginya intensitas
kapal dari berbagai jenis dan ukuran yang memanfaatkan wilayah perairan
Indonesia, memiliki potensi ancaman, baik langsung maupun tidak langsung,
terhadap kepentingan nasional dan kedaulatan NKRI.
Pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup sebagai akibat pembuangan limbah kapal, merupakan contoh nyata
potensi ancaman yang dihadapi. Untuk itu, Indonesia dituntut untuk memiliki
kemampuan Monitoring, Surveillance dan Controlling terhadap Sea
Lane Of Communications (SLOCs) dan Sea Lane of Oil Trade
(SLOT) yang melalui wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia. Dalam
konteks inilah, penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi, diharapkan
mampu menekan berbagai dampak negatif yang timbul melalui upaya penegakan hukum
di perairan tersebut secara cepat dan tepat.
Aspek Sumber Daya Alam.
Wilayah yurisdiksi Indonesia sangat luas dan memiliki sumber
kekayaan alam yang sangat besar. Luasnya wilayah dan besarnya potensi
sumberdaya alam, baik hayati maupun mineral, merupakan daya tarik tersendiri
bagi bangsa lain untuk turut memanfaatkannya secara legal maupun ilegal.
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi secara ilegal beserta dampak yang
ditimbulkannya, tentu saja menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan nasional
Indonesia. Menurunnya daya dukung dan degradasi kaulitas lingkungan hidup serta
hilangnya devisa negara, merupakan beberapa contoh sederhana dampak negatif
yang harus diatasi dan diantisipasi secara cerdas.
Disamping kerugian fisik
seperti disebutkan diatas, kerugian non fisik dalam bentuk penguasaan informasi
terkait potensi sumber kekayaan alam Indonesia oleh pihak asing, merupakan
bentuk kerugian jangka panjang yang harus segera diatasi. Melalui penguasaan
teknologi informasi secara handal dan tepat guna, suatu bangsa dan negara akan
memiliki kemampuan untuk mengelola potensi SKA yang dimiliki sebagai modalitas
pembangunan nasionalnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemamuran
rakyatnya secara mandiri.
Aspek
Demografis. Penduduk merupakan salah satu modalitas
bagi pembangunan suatu bangsa. Pendataan kuantitas dan kualitas penduduk
merupakan salah satu prasyarat yang harus terpenuhi untuk meningkatkan daya
saing manusia Indonesia. Pengelolaan data kependudukan yang baik dengan
menggunakan teknologi informasi adalah langkah awal bagi suatu negara dalam
rangka penyusunan strategi pembangunan nasional. Namun demikian, diperlukan
sistem keamanan berbasis teknologi informasi yang baik sehinga dapat menurunkan
tingkat vulnerabilitas yang dapat muncul karena penggunaan teknologi informasi
tersebut.
Elemen Dinamis (Panca
Gatra). Penyebaran faham-faham fundamentalisme,
radikalisme, liberalisme, maupun imbauan disintegrasi, serta usaha untuk
memanipulasi informasi, hingga pencurian data adalah beberapa contoh hal yang
dapat dilakukan melalui media maya dengan menggunakan teknologi informasi.
Hal-hal tersebut merupakan ancaman yang bersifat nir-militer terhadap ketahanan
ideologi dan berpotensi menciptakan instabilitas politik, merusak sistem
perbankan dan perekonomian nasional yang terkoneksi pada dunia cyber,
serta dapat merusak sistem nilai sosial budaya Indonesia melalui
penyebaran-penyebaran informasi yang merusak mentalitas anak bangsa.
Sementara itu, penggunaan
teknologi informasi dalam peperangan adalah ancaman terhadap ketahanan
pertahanan dan keamanan nasional dari suatu bangsa dan negara. Hal ini karena
dua hal, Pertama, teknologi informasi dalam peperangan digunakan untuk
melumpuhkan sistem pertahanan dan kemanan nasional lawan
melalui cyberspace, jauh sebelum sistem pertahanan dan keamanan nasional
tersebut dapat digunakan untuk bertahan maupun membela diri. Kedua, untuk
menurunkan semangat bertarung, moral, dan kemauan politik lawan untuk
berperang.
Baik ancaman yang bersifat
militer ataupun nir-militer berpotensi untuk menurunkan daya tangkal dan
kesadaran bela negara dari bangsa Indonesia. Oleh karenanya, pembangunan
karakter manusia tetaplah menjadi hal utama yang harus dilakukan dalam menjaga
Ketahanan Nasional Indonesia. Dengan demikian, pemahaman terhadap jati diri
bangsa yang diseimbangkan dengan kemampuan untuk memaknai dan menghadapi
situasi perubahan dunia yang semakin intensif (kemajuan di bidang teknologi
informasi), merupakan simpul yang utama bagi jiwa, semangat, dan daya juang
yang tinggi, dan sikap cerdas dalam membela dan mempertahankan negara.
Bentuk
Ancaman Asymetric Warfare
Salah satu wujud bentuk
ancaman terhadap ketahanan nasional di bidang informasi adalah Perang Asimetris
(Asymetric Warfare) yang menerapkan pola peperangan yang tidak beraturan serta
bersifat tidak konvensional (non-conventional). Masing-masing pihak berusaha
secara maksimal mengembangkan taktik dan strategi untuk mengekspolitasi
kelemahan (weaknesses) lawannya untuk mencapai kemenangan. Asymetric
Warfare merupakan satu model peperangan baru yang dikembangkan dari cara-cara
berfikir yang tidak lazim, dan diluar aturan-aturan peperangan yg berlaku.
Spektrum perang Asymetric Warfare sangat luas, terbuka dan mencakup
seluruh aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari aspek
ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan.
Saat ini, Asymetric
Warfare semakin banyak dipraktikan di dunia, baik dalam konflik militer maupun
non-militer dengan melibatkan aktor negara (state actor) maupun aktor non –
negara (non state actor). Seiring dengan perubahan bentuk peperangan atau cara
suatu negara dalam upayanya menguasai negara atau bangsa lain, maka
spektrum Asymetric Warfare juga akan semakin bertambah luas. Tidak
dapat dipungkiri, Asymetric Warfare telah banyak merubah konsep cara
berperang dari yang awalnya hanya mengandalkan kekuatan senjata (Hard Power),
yang ternyata terbukti tidak efisien (pemborosan keuangan negara), menjadi
kekuatan Soft Power.
Strategi
Peningkatan Ketahanan Nasional di Bidang Informasi
Di dalam menyusun strategi
ketahanan nasional bidang Informasi, beberapa prioritas program berskala
nasional perlu mendapat perhatian utama dan segera terealisasikan, yaitu:
Pembangunan National
Cyber Defence. Strategi pembangunan National
Cyber Defence adalah dalam rangka membangun sistem dan institusi
pertahanan yang berperan sebagai garda terdepan guna menghadapi potensi ancaman
di dunia maya (cyber space) dan untuk menjawab tantangan perang informasi
(information warfare) yang dapat mengancam aset informasi nasional. Dengan terbentuknya National
Cyber Defence, pembangunan kapasitas nasional dalam rangka meningkatkan
ketahanan nasional terhadap berbagai ancaman dari dunia cyber akan lebih dapat
ditingkatkan. Hal ini menjadi penting karena serangan cyber (cyber attack)
memiliki spektrum yang sangat luas, mulai dari
serangan hacker terhadap identitas seseorang (identity
theft), cyber crime dan cyber terrorism, sampai pada serangan yang
ditujukan kepada negara (nation-state cyberwarfare).
Sudah saatnya ancaman
dunia maya (cyber space) dan tantangan perang informasi dapat dihadapi oleh
bangsa Indonesia melalui strategi pembangunan National Cyber
Defence. Agar pertahanan cyber menjadi handal perlu dipersiapkan kekuatan
“prajurit cyber (cyber army)” yang terdiri dari individu-individu yang
sangat terampil/ahli dalam seni Cyber Warfare dengan jiwa
nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.
Pengamanan Sistem Jaringan
Komunikasi Data Nasional. Strategi pengamanan sistem
jaringan komunikasi data secara nasional memainkan peranan penting dalam
kerangka pengintegrasian data secara nasional. Data harus dapat disajikan
secara cepat, tepat dan akurat serta terintegrasi guna menghasilkan informasi
penting dalam rangka membantu proses penetapan kebijakan serta pengambilan
keputusan. Tidak dapat diragukan lagi layanan utama sistem informasi adalah
terkait dengan ketersediaan data (data availability). Oleh sebab itu, data atau
informasi sensitif yang berdampak secara nasional harus dibuat mekanisme baku
sistem pengamanannya.
Secara filosofi, di dalam
dunia information security tidak ada satupun sistem jaringan komputer yang
dapat diasumsikan 100% persen aman dari serangan cyber crimes. Oleh sebab
itu, strategi pengamanan sistem jaringan komunikasi data secara Nasional mutlak
dibutuhkan dalam rangka menjaga kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Peranan Para Pemangku
Kepentingan Bidang Teknologi Informasi Dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional
Indonesia Bidang Informasi.
Berangkat dari pemahaman
Ketahanan Nasional sebagai konsepsi maupun sebagai suatu kondisi, maka
keberhasilan mewujudkan Ketahanan Nasional di Bidang Informasi sangat
dipengaruhi oleh sinergitas antara para pemangku kepentingan, dunia usaha dan
pelaku kegiatan usaha yang terkait dengan teknologi informasi. Bukan suatu hal
yang mudah untuk mewujudkan sinergitas diantara para aktor tersebut. Dibutuhkan
kesadaran kolektif yang didasarkan pada kesamaan pola pikir, pola sikap dan
pola tindak dalam memahami dan memanfaatkan teknologi informasi bagi
peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, tanpa harus mengorbankan
kepentingan bangsa. Dalam perspektif Ketahanan Nasional, maka masing – masing
komponen terkait harus mampu menempatkan kepentingan nasional diatas
kepentingan kelompok maupun golongan yang bersifat sektoral.
Sesuai tugas pokok, peran
dan fungsi yang diemban, para pemangku kepentingan dan dunia usaha bidang
teknologi informasi, secara sederhana dapat dikelompokkan dalam susunan sebagai
Regulator, Operator dan Pengguna.
Regulator.
Merupakan elemen pemangku kepentingan yang memegang peranan sangat strategis
dan penting dalam menentukan arah kebijakan pemanfaatan teknologi informasi.
Dalam konteks ini, pemerintah merupakan leading sector yang bertanggungjawab
terhadap regulasi yang berwawasan kebangsaan. Peraturan perundangan maupun
kebijakan yang dihasilkan, harus mampu memanfaatkan teknologi informasi sebagai
sarana utama untuk membangun watak dan karakter bangsa yang sadar akan
identitas dan jati dirinya sebagai bangsa yang majemuk dan heterogen. Regulator
harus mampu merumuskan peraturan perundangan maupun kebijakan yang mencerminkan
Information and Technology Domain Awareness yang tinggi, baik secara
institusional maupun secara individual.
Sebagai nilai – nilai
instrumental, peraturan perundangan maupun kebijakan, harus senantiasa bertumpu
pada nilai – nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan NKRI yang merupakan empat pilar wawasan kebangsaan
Indonesia. Oleh karena itu, regulator harus menyadari dengan sungguh – sungguh
peran pentingnya dalam menentukan arah pemanfaatan teknologi informasi secara
bijak dan cerdas untuk kepentingan bangsa.
Operator.
Merupakan elemen yang berperan dalam mengimplementasikan
peraturan perundangan
maupun kebijakan yang telah ditetapkan regulator. Sejalan dengan cara berpikir
Ketahanan Nasional yang komprehensif dan menyeluruh, maka kalangan operator
harus mampu memanfaatkan dan mengelola teknologi informasi secara cermat tanpa
harus mengorbankan kepentingan usaha maupun kepentingan bangsa. Operator harus
mampu memilih dan memilah berbagai bentuk teknologi informasi dan seluruh
manfaatnya yang dapat digunakan untuk membangun watak dan karakter bangsa.
Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen terhadap persatuan dan kesatuan
bangsa, konflik kepentingan yang muncul, harus mampu dikelola agar Ketahanan
Nasional bidang Informasi dapat diwujudkan.
Pengguna Teknologi
Informasi. Merupakan elemen yang memanfaatkan secara
langsung berbagai bentuk informasi yang dihasilkan. Dalam memanfaatkan
informasi yang dihasilkan, masyarakat harus mampu mengelola kecerdasan
intelektual maupun kecerdasan emosional yang didasarkan atas kesadaran kolektif
sebagai komponen bangsa yang mengutamakan kepentingan nasional. Sebagai
kelompok maupun sebagai individual, masyarakat pengguna teknologi informasi,
harus memiliki wawasan kebangsaan yang kuat agar mampu melakukan penilaian
obyektif terhadap manfaat informasi yang diterima.
Ketiga kelompok pemangku
kepentingan bidang teknologi informasi tersebut,
merupakan simpul yang
saling terkait erat dalam satu sistem informasi nasional yang memiliki peran
penting dalam membangun ketahanan nasional bidang informasi yang tangguh.
Sinergitas antara regulator, operator dan pengguna teknologi informasi
merupakan modal dasar yang kuat dalam membangun National Cyber
Defence dalam menghadapi potensi ancaman yang bersumber dari pemanfaatan
teknologi informasi yang destruktif.
Sebagai penutup, dapat ditarik
kesimpulan bahwa peran pemerintah sebagai leading sectorbersama seluruh
komponen bangsa lainnya sangat dibutuhkan peran aktifnya dalam pemanfaatan dan
pengelolaan teknologi informasi guna meningkatkan ketahanan nasional di bidang
informasi.
Kebijakan nasional di
bidang ketahanan informasi juga harus segera dirumuskan dan ditetapkan agar
dapat dijadikan acuan bagi seluruh komponen bangsa guna menghadapi
terjadinya cyber warfare atau information warfare baik
skala kecil, menengah hingga skala nasional. Untuk itu, Lemhannas RI
meng-encourage rasa nasionalisme seluruh komponen bangsa untuk turut
bertanggung jawab, berkomitmen dan berkontribusi nyata dalam rangka
meningkatkan ketahanan nasional di bidang informasi guna menjaga kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber :
Prof. Dr. Ir. Budi Susilo
Soepandji, Gubernur Lemhannas