Selasa, 27 Oktober 2015

Pemanfaatan IT dalam Perspektif Ketahanan Nasional

Tulisan - Teori Organisasi Umum


Ilustrasi Penyalahgunaan Teknologi Informasi


Kemajuan di bidang teknologi informasi telah merubah wajah dunia dan menggeser pemahaman terhadap kekuatan (power) suatu negara sekaligus menunjukan adanya difusi dalam pengertian tersebut. Kekuatan suatu negara tidak lagi dinilai semata-mata dari seberapa besar kekuatan militer atau ekonomi yang dimiliki, tetapi juga tergantung dari penguasaan teknologi informasi. Pada abad ke-21 hampir setiap aktivitas, mulai dari aktivitas personal hingga pemerintahan bertumpu pada penggunaan teknologi informasi.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, memberikan manfaat besar bagi kemajuan suatu bangsa. Dalam perkembangannya, kemajuan teknologi informasi telah berdampak pada perubahan hubungan antarbangsa, baik pada masa damai maupun pada masa perang. Melalui pemanfaatan teknologi informasi yang konstruktif, hubungan sosial antarbangsa dapat terselenggara secara langsung dalam waktu relatif singkat dan tanpa hambatan apapun. Melalui teknologi informasi pula, kemajuan ilmu pengetahuan dapat terdistribusi dan tersebar luas di tengah – tengah masyarakat.

Namun, tidak dapat dihindari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi informasidigunakan pula untuk tujuan – tujuan yang destruktif, baik oleh perorangan, kelompok dan bahkan oleh negara dalam rangka menyebarluaskan pengaruh atau dalam rangka perang (Cyber warfare). Pemanfaatan teknologi informasi yang destruktif seperti ini pada dasarnya merupakan ancaman bagi Ketahanan Nasional suatu bangsa dan negara. Ancaman tersebut terbagi dalam ancaman yang bersifat militer dan ancaman yang bersifat nir-militer. Ancaman yang bersifat militer terhadap Ketahanan Nasional adalah ancaman terhadap ketahanan bidang pertahanan dan keamanan. Sementara itu, ancaman yang bersifat nir-militer adalah ancaman terhadap ketahanan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial-budaya dari suatu bangsa dan negara.

Kedua bentuk ancaman tersebut, utamanya ancaman nir – militer, merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan dan harus dihadapi secara kolektif oleh segenap komponen bangsa secara cerdas dan cermat. Para pemangku kepentingan dan para pelaku – pelaku kegiatan yang bersentuhan langsung dengan berbagai bentuk kegiatan yang terkait dengan teknologi informasi, harus mampu menyikapi hal – hal tersebut dalam perspektif ketahanan nasional yang mengedepankan kepentingan bangsa.

Disadari, merupakan suatu kemustahilan untuk membendung derasnya arus informasi di era keterbukaan. Oleh karena itu, untuk mempertahankan identitas dan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat secara utuh, dibutuhkan kesamaan pola pikir, pola sikap dan pola tindak para pemangku kepentingan dan pelaku kegiatan dalam bidang teknologi informasi, yang didasarkan pada konsepsi Geopolitik (Wawasan Nusantara) dan GeostrategiIndonesia (Ketahanan Nasional).

Sejalan dengan berkembangnya kehidupan yang lebih demokratis, akses informasi dan pengetahuan telah menjadi hak dasar manusia yang harus terpenuhi. Hal ini dipertegas dengan lahirnya Declaration Principles and Plan of Action – the World Summit on the Information Society (WSIS 2003) yang bertemakan “Building the Information Society: a global challenge in the new Millennium”. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa di era informasi, kebutuhan publik atau masyarakat terhadap akses informasi akan sama pentingnya sebagaimana kebutuhan masyarakat atas kebutuhan dasar dan pokok lainnya. Hal ini sejalan dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28 C (1), yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Namun demikian, pemenuhan dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap informasi dan ilmu pengetahuan, harus dapat dikelola secara bijak dalam koridor Ketahanan Nasional dan kepentingan bangsa yang lebih besar. Para pemangku kepentingan dan para pelaku usaha di bidang informasi, dituntut untuk memiliki kemampuan memilih dan memilah arus informasi yang layak disajikan bagi para penggunanya. Harus dipahami, penyalahgunaan dan penyimpangan atas informasi yang tidak sesuai dengan norma dan jati diri bangsa, dapat berimplikasi terhadap ketahanan nasional dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di wilayah NKRI.

Ketahanan Nasional di Era Informasi (Information Era)

Pada hakikatnya, konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi, dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional secara utuh menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara. Berdasarkan pengertian tersebut, sesungguhnya Ketahanan Nasional merupakan gambaran dari kondisi kehidupan nasional dalam berbagai aspeknya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ruang dan waktu. Oleh karena itu, Ketahanan Nasional akan bersifat kompleks dan sangat dinamis yang akan berubah dari waktu ke waktu.

Sebagai suatu kondisi, Ketahanan Nasional senantiasa akan dipengaruhi dan terkait erat dengan kondisi aspek statis dan aspek dinamis suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia, aspek statis yang dipandang memiliki pengaruh tehadap kondisi ketahanan nasional, terdiri dari tiga aspek statis (Tri Gatra) yaitu: Geografi, Sumber Kekayaan Alam dan Demografi. Sedangkan aspek dinamis yang mempengaruhi kondisi ketahanan nasional terdiri dari lima aspek yang bersifat dinamis (Panca Gatra), yaitu : Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan). Kedua aspek tersebut saling terkait dan satu dengan lainnya membentuk tata laku masyarakat bangsa dan negara.

Era-cyber, era dimana setiap aktivitas maupun sistem jaringan komputer saling
terkoneksi melalui penggunaan teknologi informasi, merupakan era yang menjanjikan karena memberikan kesempatan untuk pengembangan diri setiap individu yang dapat memanfaatkannya. Namun demikian, ketidakmampuan untuk menghadapi era cyber dapat menjadi ancaman apabila suatu bangsa dan negara tidak memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi secara baik, benar, dan tepat guna.

Terkait dengan hal tersebut, potensi ancaman terhadap Ketahanan Nasional yang perlu diwaspadai, yaitu:

Elemen Statis (Trigatra).        Aspek Geografis. Secara geografis, Indonesia
memiliki posisi yang strategis karena terletak di wilayah yang dilalui jalur perdagangan dunia antara dua samudera dan dua benua. Sebagai negara kepulauan yang telah diakui oleh masyarakat dunia, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi lalu lintas pelayaran dunia. Tingginya intensitas kapal dari berbagai jenis dan ukuran yang memanfaatkan wilayah perairan Indonesia, memiliki potensi ancaman, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap kepentingan nasional dan kedaulatan NKRI.

Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat pembuangan limbah kapal, merupakan contoh nyata potensi ancaman yang dihadapi. Untuk itu, Indonesia dituntut untuk memiliki kemampuan Monitoring, Surveillance dan Controlling terhadap Sea Lane Of Communications (SLOCs) dan Sea Lane of Oil Trade (SLOT) yang melalui wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia. Dalam konteks inilah, penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi, diharapkan mampu menekan berbagai dampak negatif yang timbul melalui upaya penegakan hukum di perairan tersebut secara cepat dan tepat.

Aspek Sumber Daya Alam.    Wilayah yurisdiksi Indonesia sangat luas dan memiliki sumber kekayaan alam yang sangat besar. Luasnya wilayah dan besarnya potensi sumberdaya alam, baik hayati maupun mineral, merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain untuk turut memanfaatkannya secara legal maupun ilegal. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi secara ilegal beserta dampak yang ditimbulkannya, tentu saja menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan nasional Indonesia. Menurunnya daya dukung dan degradasi kaulitas lingkungan hidup serta hilangnya devisa negara, merupakan beberapa contoh sederhana dampak negatif yang harus diatasi dan diantisipasi secara cerdas.

Disamping kerugian fisik seperti disebutkan diatas, kerugian non fisik dalam bentuk penguasaan informasi terkait potensi sumber kekayaan alam Indonesia oleh pihak asing, merupakan bentuk kerugian jangka panjang yang harus segera diatasi. Melalui penguasaan teknologi informasi secara handal dan tepat guna, suatu bangsa dan negara akan memiliki kemampuan untuk mengelola potensi SKA yang dimiliki sebagai modalitas pembangunan nasionalnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemamuran rakyatnya secara mandiri.

Aspek Demografis.     Penduduk merupakan salah satu modalitas bagi pembangunan suatu bangsa. Pendataan kuantitas dan kualitas penduduk merupakan salah satu prasyarat yang harus terpenuhi untuk meningkatkan daya saing manusia Indonesia. Pengelolaan data kependudukan yang baik dengan menggunakan teknologi informasi adalah langkah awal bagi suatu negara dalam rangka penyusunan strategi pembangunan nasional. Namun demikian, diperlukan sistem keamanan berbasis teknologi informasi yang baik sehinga dapat menurunkan tingkat vulnerabilitas yang dapat muncul karena penggunaan teknologi informasi tersebut.

Elemen Dinamis (Panca Gatra).     Penyebaran faham-faham fundamentalisme, radikalisme, liberalisme, maupun imbauan disintegrasi, serta usaha untuk memanipulasi informasi, hingga pencurian data adalah beberapa contoh hal yang dapat dilakukan melalui media maya dengan menggunakan teknologi informasi. Hal-hal tersebut merupakan ancaman yang bersifat nir-militer terhadap ketahanan ideologi dan berpotensi menciptakan instabilitas politik, merusak sistem perbankan dan perekonomian nasional yang terkoneksi pada dunia cyber, serta dapat merusak sistem nilai sosial budaya Indonesia melalui penyebaran-penyebaran informasi yang merusak mentalitas anak bangsa.

Sementara itu, penggunaan teknologi informasi dalam peperangan adalah ancaman terhadap ketahanan pertahanan dan keamanan nasional dari suatu bangsa dan negara. Hal ini karena dua hal, Pertama, teknologi informasi dalam peperangan digunakan untuk melumpuhkan sistem pertahanan dan kemanan nasional lawan melalui cyberspace, jauh sebelum sistem pertahanan dan keamanan nasional tersebut dapat digunakan untuk bertahan maupun membela diri. Kedua, untuk menurunkan semangat bertarung, moral, dan kemauan politik lawan untuk berperang.

Baik ancaman yang bersifat militer ataupun nir-militer berpotensi untuk menurunkan daya tangkal dan kesadaran bela negara dari bangsa Indonesia. Oleh karenanya, pembangunan karakter manusia tetaplah menjadi hal utama yang harus dilakukan dalam menjaga Ketahanan Nasional Indonesia. Dengan demikian, pemahaman terhadap jati diri bangsa yang diseimbangkan dengan kemampuan untuk memaknai dan menghadapi situasi perubahan dunia yang semakin intensif (kemajuan di bidang teknologi informasi), merupakan simpul yang utama bagi jiwa, semangat, dan daya juang yang tinggi, dan sikap cerdas dalam membela dan mempertahankan negara.

Bentuk Ancaman Asymetric Warfare

Salah satu wujud bentuk ancaman terhadap ketahanan nasional di bidang informasi adalah Perang Asimetris (Asymetric Warfare) yang menerapkan pola peperangan yang tidak beraturan serta bersifat tidak konvensional (non-conventional). Masing-masing pihak berusaha secara maksimal mengembangkan taktik dan strategi untuk mengekspolitasi kelemahan (weaknesses) lawannya untuk mencapai kemenangan. Asymetric Warfare merupakan satu model peperangan baru yang dikembangkan dari cara-cara berfikir yang tidak lazim, dan diluar aturan-aturan peperangan yg berlaku. Spektrum perang Asymetric Warfare sangat luas, terbuka dan mencakup seluruh aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan.

Saat ini, Asymetric Warfare semakin banyak dipraktikan di dunia, baik dalam konflik militer maupun non-militer dengan melibatkan aktor negara (state actor) maupun aktor non – negara (non state actor). Seiring dengan perubahan bentuk peperangan atau cara suatu negara dalam upayanya menguasai negara atau bangsa lain, maka spektrum Asymetric Warfare juga akan semakin bertambah luas. Tidak dapat dipungkiri, Asymetric Warfare telah banyak merubah konsep cara berperang dari yang awalnya hanya mengandalkan kekuatan senjata (Hard Power), yang ternyata terbukti tidak efisien (pemborosan keuangan negara), menjadi kekuatan Soft Power.

Strategi Peningkatan Ketahanan Nasional di Bidang Informasi

Di dalam menyusun strategi ketahanan nasional bidang Informasi, beberapa prioritas program berskala nasional perlu mendapat perhatian utama dan segera terealisasikan, yaitu:
Pembangunan National Cyber Defence.     Strategi pembangunan National Cyber Defence adalah dalam rangka membangun sistem dan institusi pertahanan yang berperan sebagai garda terdepan guna menghadapi potensi ancaman di dunia maya (cyber space) dan untuk menjawab tantangan perang informasi (information warfare) yang dapat mengancam aset informasi nasional. Dengan terbentuknya National Cyber Defence, pembangunan kapasitas nasional dalam rangka meningkatkan ketahanan nasional terhadap berbagai ancaman dari dunia cyber akan lebih dapat ditingkatkan. Hal ini menjadi penting karena serangan cyber (cyber attack) memiliki spektrum yang sangat luas, mulai dari serangan hacker terhadap identitas seseorang (identity theft), cyber crime dan cyber terrorism, sampai pada serangan yang ditujukan kepada negara (nation-state cyberwarfare).

Sudah saatnya ancaman dunia maya (cyber space) dan tantangan perang informasi dapat dihadapi oleh bangsa Indonesia melalui strategi pembangunan National Cyber Defence. Agar pertahanan cyber menjadi handal perlu dipersiapkan kekuatan “prajurit cyber (cyber army)” yang terdiri dari individu-individu yang sangat terampil/ahli dalam seni Cyber Warfare dengan jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.

Pengamanan Sistem Jaringan Komunikasi Data Nasional.     Strategi pengamanan sistem jaringan komunikasi data secara nasional memainkan peranan penting dalam kerangka pengintegrasian data secara nasional. Data harus dapat disajikan secara cepat, tepat dan akurat serta terintegrasi guna menghasilkan informasi penting dalam rangka membantu proses penetapan kebijakan serta pengambilan keputusan. Tidak dapat diragukan lagi layanan utama sistem informasi adalah terkait dengan ketersediaan data (data availability). Oleh sebab itu, data atau informasi sensitif yang berdampak secara nasional harus dibuat mekanisme baku sistem pengamanannya.

Secara filosofi, di dalam dunia information security tidak ada satupun sistem jaringan komputer yang dapat diasumsikan 100% persen aman dari serangan cyber crimes. Oleh sebab itu, strategi pengamanan sistem jaringan komunikasi data secara Nasional mutlak dibutuhkan dalam rangka menjaga kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peranan Para Pemangku Kepentingan Bidang Teknologi Informasi Dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional Indonesia Bidang Informasi.

Berangkat dari pemahaman Ketahanan Nasional sebagai konsepsi maupun sebagai suatu kondisi, maka keberhasilan mewujudkan Ketahanan Nasional di Bidang Informasi sangat dipengaruhi oleh sinergitas antara para pemangku kepentingan, dunia usaha dan pelaku kegiatan usaha yang terkait dengan teknologi informasi. Bukan suatu hal yang mudah untuk mewujudkan sinergitas diantara para aktor tersebut. Dibutuhkan kesadaran kolektif yang didasarkan pada kesamaan pola pikir, pola sikap dan pola tindak dalam memahami dan memanfaatkan teknologi informasi bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, tanpa harus mengorbankan kepentingan bangsa. Dalam perspektif Ketahanan Nasional, maka masing – masing komponen terkait harus mampu menempatkan kepentingan nasional diatas kepentingan kelompok maupun golongan yang bersifat sektoral.

Sesuai tugas pokok, peran dan fungsi yang diemban, para pemangku kepentingan dan dunia usaha bidang teknologi informasi, secara sederhana dapat dikelompokkan dalam susunan sebagai Regulator, Operator dan Pengguna.

Regulator.     Merupakan elemen pemangku kepentingan yang memegang peranan sangat strategis dan penting dalam menentukan arah kebijakan pemanfaatan teknologi informasi. Dalam konteks ini, pemerintah merupakan leading sector yang bertanggungjawab terhadap regulasi yang berwawasan kebangsaan. Peraturan perundangan maupun kebijakan yang dihasilkan, harus mampu memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana utama untuk membangun watak dan karakter bangsa yang sadar akan identitas dan jati dirinya sebagai bangsa yang majemuk dan heterogen. Regulator harus mampu merumuskan peraturan perundangan maupun kebijakan yang mencerminkan Information and Technology Domain Awareness yang tinggi, baik secara institusional maupun secara individual.

Sebagai nilai – nilai instrumental, peraturan perundangan maupun kebijakan, harus senantiasa bertumpu pada nilai – nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan NKRI yang merupakan empat pilar wawasan kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu, regulator harus menyadari dengan sungguh – sungguh peran pentingnya dalam menentukan arah pemanfaatan teknologi informasi secara bijak dan cerdas untuk kepentingan bangsa.

Operator.     Merupakan elemen yang berperan dalam mengimplementasikan
peraturan perundangan maupun kebijakan yang telah ditetapkan regulator. Sejalan dengan cara berpikir Ketahanan Nasional yang komprehensif dan menyeluruh, maka kalangan operator harus mampu memanfaatkan dan mengelola teknologi informasi secara cermat tanpa harus mengorbankan kepentingan usaha maupun kepentingan bangsa. Operator harus mampu memilih dan memilah berbagai bentuk teknologi informasi dan seluruh manfaatnya yang dapat digunakan untuk membangun watak dan karakter bangsa. Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, konflik kepentingan yang muncul, harus mampu dikelola agar Ketahanan Nasional bidang Informasi dapat diwujudkan.

Pengguna Teknologi Informasi.     Merupakan elemen yang memanfaatkan secara langsung berbagai bentuk informasi yang dihasilkan. Dalam memanfaatkan informasi yang dihasilkan, masyarakat harus mampu mengelola kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional yang didasarkan atas kesadaran kolektif sebagai komponen bangsa yang mengutamakan kepentingan nasional. Sebagai kelompok maupun sebagai individual, masyarakat pengguna teknologi informasi, harus memiliki wawasan kebangsaan yang kuat agar mampu melakukan penilaian obyektif terhadap manfaat informasi yang diterima.

Ketiga kelompok pemangku kepentingan bidang teknologi informasi tersebut,
merupakan simpul yang saling terkait erat dalam satu sistem informasi nasional yang memiliki peran penting dalam membangun ketahanan nasional bidang informasi yang tangguh. Sinergitas antara regulator, operator dan pengguna teknologi informasi merupakan modal dasar yang kuat dalam membangun National Cyber Defence dalam menghadapi potensi ancaman yang bersumber dari pemanfaatan teknologi informasi yang destruktif.

Sebagai penutup, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran pemerintah sebagai leading sectorbersama seluruh komponen bangsa lainnya sangat dibutuhkan peran aktifnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan teknologi informasi guna meningkatkan ketahanan nasional di bidang informasi.


Kebijakan nasional di bidang ketahanan informasi juga harus segera dirumuskan dan ditetapkan agar dapat dijadikan acuan bagi seluruh komponen bangsa guna menghadapi terjadinya cyber warfare atau information warfare baik skala kecil, menengah hingga skala nasional. Untuk itu, Lemhannas RI meng-encourage rasa nasionalisme seluruh komponen bangsa untuk turut bertanggung jawab, berkomitmen dan berkontribusi nyata dalam rangka meningkatkan ketahanan nasional di bidang informasi guna menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.




Sumber :

Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, Gubernur Lemhannas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar