Selasa, 27 Oktober 2015

Pemanfaatan IT dalam Perspektif Ketahanan Nasional

Tulisan - Teori Organisasi Umum


Ilustrasi Penyalahgunaan Teknologi Informasi


Kemajuan di bidang teknologi informasi telah merubah wajah dunia dan menggeser pemahaman terhadap kekuatan (power) suatu negara sekaligus menunjukan adanya difusi dalam pengertian tersebut. Kekuatan suatu negara tidak lagi dinilai semata-mata dari seberapa besar kekuatan militer atau ekonomi yang dimiliki, tetapi juga tergantung dari penguasaan teknologi informasi. Pada abad ke-21 hampir setiap aktivitas, mulai dari aktivitas personal hingga pemerintahan bertumpu pada penggunaan teknologi informasi.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, memberikan manfaat besar bagi kemajuan suatu bangsa. Dalam perkembangannya, kemajuan teknologi informasi telah berdampak pada perubahan hubungan antarbangsa, baik pada masa damai maupun pada masa perang. Melalui pemanfaatan teknologi informasi yang konstruktif, hubungan sosial antarbangsa dapat terselenggara secara langsung dalam waktu relatif singkat dan tanpa hambatan apapun. Melalui teknologi informasi pula, kemajuan ilmu pengetahuan dapat terdistribusi dan tersebar luas di tengah – tengah masyarakat.

Namun, tidak dapat dihindari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi informasidigunakan pula untuk tujuan – tujuan yang destruktif, baik oleh perorangan, kelompok dan bahkan oleh negara dalam rangka menyebarluaskan pengaruh atau dalam rangka perang (Cyber warfare). Pemanfaatan teknologi informasi yang destruktif seperti ini pada dasarnya merupakan ancaman bagi Ketahanan Nasional suatu bangsa dan negara. Ancaman tersebut terbagi dalam ancaman yang bersifat militer dan ancaman yang bersifat nir-militer. Ancaman yang bersifat militer terhadap Ketahanan Nasional adalah ancaman terhadap ketahanan bidang pertahanan dan keamanan. Sementara itu, ancaman yang bersifat nir-militer adalah ancaman terhadap ketahanan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial-budaya dari suatu bangsa dan negara.

Kedua bentuk ancaman tersebut, utamanya ancaman nir – militer, merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan dan harus dihadapi secara kolektif oleh segenap komponen bangsa secara cerdas dan cermat. Para pemangku kepentingan dan para pelaku – pelaku kegiatan yang bersentuhan langsung dengan berbagai bentuk kegiatan yang terkait dengan teknologi informasi, harus mampu menyikapi hal – hal tersebut dalam perspektif ketahanan nasional yang mengedepankan kepentingan bangsa.

Disadari, merupakan suatu kemustahilan untuk membendung derasnya arus informasi di era keterbukaan. Oleh karena itu, untuk mempertahankan identitas dan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat secara utuh, dibutuhkan kesamaan pola pikir, pola sikap dan pola tindak para pemangku kepentingan dan pelaku kegiatan dalam bidang teknologi informasi, yang didasarkan pada konsepsi Geopolitik (Wawasan Nusantara) dan GeostrategiIndonesia (Ketahanan Nasional).

Sejalan dengan berkembangnya kehidupan yang lebih demokratis, akses informasi dan pengetahuan telah menjadi hak dasar manusia yang harus terpenuhi. Hal ini dipertegas dengan lahirnya Declaration Principles and Plan of Action – the World Summit on the Information Society (WSIS 2003) yang bertemakan “Building the Information Society: a global challenge in the new Millennium”. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa di era informasi, kebutuhan publik atau masyarakat terhadap akses informasi akan sama pentingnya sebagaimana kebutuhan masyarakat atas kebutuhan dasar dan pokok lainnya. Hal ini sejalan dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28 C (1), yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Namun demikian, pemenuhan dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap informasi dan ilmu pengetahuan, harus dapat dikelola secara bijak dalam koridor Ketahanan Nasional dan kepentingan bangsa yang lebih besar. Para pemangku kepentingan dan para pelaku usaha di bidang informasi, dituntut untuk memiliki kemampuan memilih dan memilah arus informasi yang layak disajikan bagi para penggunanya. Harus dipahami, penyalahgunaan dan penyimpangan atas informasi yang tidak sesuai dengan norma dan jati diri bangsa, dapat berimplikasi terhadap ketahanan nasional dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di wilayah NKRI.

Ketahanan Nasional di Era Informasi (Information Era)

Pada hakikatnya, konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi, dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional secara utuh menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara. Berdasarkan pengertian tersebut, sesungguhnya Ketahanan Nasional merupakan gambaran dari kondisi kehidupan nasional dalam berbagai aspeknya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ruang dan waktu. Oleh karena itu, Ketahanan Nasional akan bersifat kompleks dan sangat dinamis yang akan berubah dari waktu ke waktu.

Sebagai suatu kondisi, Ketahanan Nasional senantiasa akan dipengaruhi dan terkait erat dengan kondisi aspek statis dan aspek dinamis suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia, aspek statis yang dipandang memiliki pengaruh tehadap kondisi ketahanan nasional, terdiri dari tiga aspek statis (Tri Gatra) yaitu: Geografi, Sumber Kekayaan Alam dan Demografi. Sedangkan aspek dinamis yang mempengaruhi kondisi ketahanan nasional terdiri dari lima aspek yang bersifat dinamis (Panca Gatra), yaitu : Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan). Kedua aspek tersebut saling terkait dan satu dengan lainnya membentuk tata laku masyarakat bangsa dan negara.

Era-cyber, era dimana setiap aktivitas maupun sistem jaringan komputer saling
terkoneksi melalui penggunaan teknologi informasi, merupakan era yang menjanjikan karena memberikan kesempatan untuk pengembangan diri setiap individu yang dapat memanfaatkannya. Namun demikian, ketidakmampuan untuk menghadapi era cyber dapat menjadi ancaman apabila suatu bangsa dan negara tidak memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi secara baik, benar, dan tepat guna.

Terkait dengan hal tersebut, potensi ancaman terhadap Ketahanan Nasional yang perlu diwaspadai, yaitu:

Elemen Statis (Trigatra).        Aspek Geografis. Secara geografis, Indonesia
memiliki posisi yang strategis karena terletak di wilayah yang dilalui jalur perdagangan dunia antara dua samudera dan dua benua. Sebagai negara kepulauan yang telah diakui oleh masyarakat dunia, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi lalu lintas pelayaran dunia. Tingginya intensitas kapal dari berbagai jenis dan ukuran yang memanfaatkan wilayah perairan Indonesia, memiliki potensi ancaman, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap kepentingan nasional dan kedaulatan NKRI.

Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat pembuangan limbah kapal, merupakan contoh nyata potensi ancaman yang dihadapi. Untuk itu, Indonesia dituntut untuk memiliki kemampuan Monitoring, Surveillance dan Controlling terhadap Sea Lane Of Communications (SLOCs) dan Sea Lane of Oil Trade (SLOT) yang melalui wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia. Dalam konteks inilah, penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi, diharapkan mampu menekan berbagai dampak negatif yang timbul melalui upaya penegakan hukum di perairan tersebut secara cepat dan tepat.

Aspek Sumber Daya Alam.    Wilayah yurisdiksi Indonesia sangat luas dan memiliki sumber kekayaan alam yang sangat besar. Luasnya wilayah dan besarnya potensi sumberdaya alam, baik hayati maupun mineral, merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain untuk turut memanfaatkannya secara legal maupun ilegal. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi secara ilegal beserta dampak yang ditimbulkannya, tentu saja menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan nasional Indonesia. Menurunnya daya dukung dan degradasi kaulitas lingkungan hidup serta hilangnya devisa negara, merupakan beberapa contoh sederhana dampak negatif yang harus diatasi dan diantisipasi secara cerdas.

Disamping kerugian fisik seperti disebutkan diatas, kerugian non fisik dalam bentuk penguasaan informasi terkait potensi sumber kekayaan alam Indonesia oleh pihak asing, merupakan bentuk kerugian jangka panjang yang harus segera diatasi. Melalui penguasaan teknologi informasi secara handal dan tepat guna, suatu bangsa dan negara akan memiliki kemampuan untuk mengelola potensi SKA yang dimiliki sebagai modalitas pembangunan nasionalnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemamuran rakyatnya secara mandiri.

Aspek Demografis.     Penduduk merupakan salah satu modalitas bagi pembangunan suatu bangsa. Pendataan kuantitas dan kualitas penduduk merupakan salah satu prasyarat yang harus terpenuhi untuk meningkatkan daya saing manusia Indonesia. Pengelolaan data kependudukan yang baik dengan menggunakan teknologi informasi adalah langkah awal bagi suatu negara dalam rangka penyusunan strategi pembangunan nasional. Namun demikian, diperlukan sistem keamanan berbasis teknologi informasi yang baik sehinga dapat menurunkan tingkat vulnerabilitas yang dapat muncul karena penggunaan teknologi informasi tersebut.

Elemen Dinamis (Panca Gatra).     Penyebaran faham-faham fundamentalisme, radikalisme, liberalisme, maupun imbauan disintegrasi, serta usaha untuk memanipulasi informasi, hingga pencurian data adalah beberapa contoh hal yang dapat dilakukan melalui media maya dengan menggunakan teknologi informasi. Hal-hal tersebut merupakan ancaman yang bersifat nir-militer terhadap ketahanan ideologi dan berpotensi menciptakan instabilitas politik, merusak sistem perbankan dan perekonomian nasional yang terkoneksi pada dunia cyber, serta dapat merusak sistem nilai sosial budaya Indonesia melalui penyebaran-penyebaran informasi yang merusak mentalitas anak bangsa.

Sementara itu, penggunaan teknologi informasi dalam peperangan adalah ancaman terhadap ketahanan pertahanan dan keamanan nasional dari suatu bangsa dan negara. Hal ini karena dua hal, Pertama, teknologi informasi dalam peperangan digunakan untuk melumpuhkan sistem pertahanan dan kemanan nasional lawan melalui cyberspace, jauh sebelum sistem pertahanan dan keamanan nasional tersebut dapat digunakan untuk bertahan maupun membela diri. Kedua, untuk menurunkan semangat bertarung, moral, dan kemauan politik lawan untuk berperang.

Baik ancaman yang bersifat militer ataupun nir-militer berpotensi untuk menurunkan daya tangkal dan kesadaran bela negara dari bangsa Indonesia. Oleh karenanya, pembangunan karakter manusia tetaplah menjadi hal utama yang harus dilakukan dalam menjaga Ketahanan Nasional Indonesia. Dengan demikian, pemahaman terhadap jati diri bangsa yang diseimbangkan dengan kemampuan untuk memaknai dan menghadapi situasi perubahan dunia yang semakin intensif (kemajuan di bidang teknologi informasi), merupakan simpul yang utama bagi jiwa, semangat, dan daya juang yang tinggi, dan sikap cerdas dalam membela dan mempertahankan negara.

Bentuk Ancaman Asymetric Warfare

Salah satu wujud bentuk ancaman terhadap ketahanan nasional di bidang informasi adalah Perang Asimetris (Asymetric Warfare) yang menerapkan pola peperangan yang tidak beraturan serta bersifat tidak konvensional (non-conventional). Masing-masing pihak berusaha secara maksimal mengembangkan taktik dan strategi untuk mengekspolitasi kelemahan (weaknesses) lawannya untuk mencapai kemenangan. Asymetric Warfare merupakan satu model peperangan baru yang dikembangkan dari cara-cara berfikir yang tidak lazim, dan diluar aturan-aturan peperangan yg berlaku. Spektrum perang Asymetric Warfare sangat luas, terbuka dan mencakup seluruh aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan.

Saat ini, Asymetric Warfare semakin banyak dipraktikan di dunia, baik dalam konflik militer maupun non-militer dengan melibatkan aktor negara (state actor) maupun aktor non – negara (non state actor). Seiring dengan perubahan bentuk peperangan atau cara suatu negara dalam upayanya menguasai negara atau bangsa lain, maka spektrum Asymetric Warfare juga akan semakin bertambah luas. Tidak dapat dipungkiri, Asymetric Warfare telah banyak merubah konsep cara berperang dari yang awalnya hanya mengandalkan kekuatan senjata (Hard Power), yang ternyata terbukti tidak efisien (pemborosan keuangan negara), menjadi kekuatan Soft Power.

Strategi Peningkatan Ketahanan Nasional di Bidang Informasi

Di dalam menyusun strategi ketahanan nasional bidang Informasi, beberapa prioritas program berskala nasional perlu mendapat perhatian utama dan segera terealisasikan, yaitu:
Pembangunan National Cyber Defence.     Strategi pembangunan National Cyber Defence adalah dalam rangka membangun sistem dan institusi pertahanan yang berperan sebagai garda terdepan guna menghadapi potensi ancaman di dunia maya (cyber space) dan untuk menjawab tantangan perang informasi (information warfare) yang dapat mengancam aset informasi nasional. Dengan terbentuknya National Cyber Defence, pembangunan kapasitas nasional dalam rangka meningkatkan ketahanan nasional terhadap berbagai ancaman dari dunia cyber akan lebih dapat ditingkatkan. Hal ini menjadi penting karena serangan cyber (cyber attack) memiliki spektrum yang sangat luas, mulai dari serangan hacker terhadap identitas seseorang (identity theft), cyber crime dan cyber terrorism, sampai pada serangan yang ditujukan kepada negara (nation-state cyberwarfare).

Sudah saatnya ancaman dunia maya (cyber space) dan tantangan perang informasi dapat dihadapi oleh bangsa Indonesia melalui strategi pembangunan National Cyber Defence. Agar pertahanan cyber menjadi handal perlu dipersiapkan kekuatan “prajurit cyber (cyber army)” yang terdiri dari individu-individu yang sangat terampil/ahli dalam seni Cyber Warfare dengan jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.

Pengamanan Sistem Jaringan Komunikasi Data Nasional.     Strategi pengamanan sistem jaringan komunikasi data secara nasional memainkan peranan penting dalam kerangka pengintegrasian data secara nasional. Data harus dapat disajikan secara cepat, tepat dan akurat serta terintegrasi guna menghasilkan informasi penting dalam rangka membantu proses penetapan kebijakan serta pengambilan keputusan. Tidak dapat diragukan lagi layanan utama sistem informasi adalah terkait dengan ketersediaan data (data availability). Oleh sebab itu, data atau informasi sensitif yang berdampak secara nasional harus dibuat mekanisme baku sistem pengamanannya.

Secara filosofi, di dalam dunia information security tidak ada satupun sistem jaringan komputer yang dapat diasumsikan 100% persen aman dari serangan cyber crimes. Oleh sebab itu, strategi pengamanan sistem jaringan komunikasi data secara Nasional mutlak dibutuhkan dalam rangka menjaga kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peranan Para Pemangku Kepentingan Bidang Teknologi Informasi Dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional Indonesia Bidang Informasi.

Berangkat dari pemahaman Ketahanan Nasional sebagai konsepsi maupun sebagai suatu kondisi, maka keberhasilan mewujudkan Ketahanan Nasional di Bidang Informasi sangat dipengaruhi oleh sinergitas antara para pemangku kepentingan, dunia usaha dan pelaku kegiatan usaha yang terkait dengan teknologi informasi. Bukan suatu hal yang mudah untuk mewujudkan sinergitas diantara para aktor tersebut. Dibutuhkan kesadaran kolektif yang didasarkan pada kesamaan pola pikir, pola sikap dan pola tindak dalam memahami dan memanfaatkan teknologi informasi bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, tanpa harus mengorbankan kepentingan bangsa. Dalam perspektif Ketahanan Nasional, maka masing – masing komponen terkait harus mampu menempatkan kepentingan nasional diatas kepentingan kelompok maupun golongan yang bersifat sektoral.

Sesuai tugas pokok, peran dan fungsi yang diemban, para pemangku kepentingan dan dunia usaha bidang teknologi informasi, secara sederhana dapat dikelompokkan dalam susunan sebagai Regulator, Operator dan Pengguna.

Regulator.     Merupakan elemen pemangku kepentingan yang memegang peranan sangat strategis dan penting dalam menentukan arah kebijakan pemanfaatan teknologi informasi. Dalam konteks ini, pemerintah merupakan leading sector yang bertanggungjawab terhadap regulasi yang berwawasan kebangsaan. Peraturan perundangan maupun kebijakan yang dihasilkan, harus mampu memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana utama untuk membangun watak dan karakter bangsa yang sadar akan identitas dan jati dirinya sebagai bangsa yang majemuk dan heterogen. Regulator harus mampu merumuskan peraturan perundangan maupun kebijakan yang mencerminkan Information and Technology Domain Awareness yang tinggi, baik secara institusional maupun secara individual.

Sebagai nilai – nilai instrumental, peraturan perundangan maupun kebijakan, harus senantiasa bertumpu pada nilai – nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan NKRI yang merupakan empat pilar wawasan kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu, regulator harus menyadari dengan sungguh – sungguh peran pentingnya dalam menentukan arah pemanfaatan teknologi informasi secara bijak dan cerdas untuk kepentingan bangsa.

Operator.     Merupakan elemen yang berperan dalam mengimplementasikan
peraturan perundangan maupun kebijakan yang telah ditetapkan regulator. Sejalan dengan cara berpikir Ketahanan Nasional yang komprehensif dan menyeluruh, maka kalangan operator harus mampu memanfaatkan dan mengelola teknologi informasi secara cermat tanpa harus mengorbankan kepentingan usaha maupun kepentingan bangsa. Operator harus mampu memilih dan memilah berbagai bentuk teknologi informasi dan seluruh manfaatnya yang dapat digunakan untuk membangun watak dan karakter bangsa. Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, konflik kepentingan yang muncul, harus mampu dikelola agar Ketahanan Nasional bidang Informasi dapat diwujudkan.

Pengguna Teknologi Informasi.     Merupakan elemen yang memanfaatkan secara langsung berbagai bentuk informasi yang dihasilkan. Dalam memanfaatkan informasi yang dihasilkan, masyarakat harus mampu mengelola kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional yang didasarkan atas kesadaran kolektif sebagai komponen bangsa yang mengutamakan kepentingan nasional. Sebagai kelompok maupun sebagai individual, masyarakat pengguna teknologi informasi, harus memiliki wawasan kebangsaan yang kuat agar mampu melakukan penilaian obyektif terhadap manfaat informasi yang diterima.

Ketiga kelompok pemangku kepentingan bidang teknologi informasi tersebut,
merupakan simpul yang saling terkait erat dalam satu sistem informasi nasional yang memiliki peran penting dalam membangun ketahanan nasional bidang informasi yang tangguh. Sinergitas antara regulator, operator dan pengguna teknologi informasi merupakan modal dasar yang kuat dalam membangun National Cyber Defence dalam menghadapi potensi ancaman yang bersumber dari pemanfaatan teknologi informasi yang destruktif.

Sebagai penutup, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran pemerintah sebagai leading sectorbersama seluruh komponen bangsa lainnya sangat dibutuhkan peran aktifnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan teknologi informasi guna meningkatkan ketahanan nasional di bidang informasi.


Kebijakan nasional di bidang ketahanan informasi juga harus segera dirumuskan dan ditetapkan agar dapat dijadikan acuan bagi seluruh komponen bangsa guna menghadapi terjadinya cyber warfare atau information warfare baik skala kecil, menengah hingga skala nasional. Untuk itu, Lemhannas RI meng-encourage rasa nasionalisme seluruh komponen bangsa untuk turut bertanggung jawab, berkomitmen dan berkontribusi nyata dalam rangka meningkatkan ketahanan nasional di bidang informasi guna menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.




Sumber :

Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, Gubernur Lemhannas

Minggu, 25 Oktober 2015

Dimensi Struktur Organisasi

Tugas 5 - Teori Organisasi Umum


Dimensi Struktur Organisasi

Empat desain keputusan (pembagian kerja, pendelegasian kewenangan, pembagian departemen, dan rentang kendali) menghasilkan struktur organisasi, Para peneliti dan praktisi manajemen berusaha untuk mengembangan pemahaman mengenai hubungan antar struktur dan kinerja, sikap, keefektifan, dan variabel lainnya. Secara umum, gambaran mengenai struktur meliputi formalisasi, sentralisasi, dan kerumitan.

1)      Formalisasi
Formalisasi mengacu derajat dimana segala harapan mengenai cara dan tujuan pekerjaan dirumuskan, ditulis dan diberlakukan. Suatu organisasi yang sangat formal, akan memuat prosedur dan aturan yang ketat dalam setiap kegiatan / pekerjaan di dalam organisasi. Dengan demikian, semakin formal suatu organisasi, maka semakin ketat pula aturan dan prosedur kerja. Formalisasi merupakan hasil dari spesialisasi kerja yang tinggi, pendelegasian kewenangan yang tinggi, pembagian departemen berdasarkan fungsi, dan luasnya rentang kendali.

2)      Sentralisasi
Sentralisasi merupakan dimensi struktur organisasi yang mengacu pada derajat dimana kewenangan untuk mengambil keputusan dikuasai oleh manajemen puncak. Hubungan sentralisasi dengan empat desain keputusan adalah sebagai berikut : Semakin tinggi spesialisasi kerja, semakin besar sentralisasi, Semakin sedikit kewenangan yang didelegasikan, semakin besar sentralisasi, Semakin besar penggunaan departemen berdasarkan fungsi, semakin besar sentralisasi, Semakin luas rentang kendali, semakin besar sentralisasi.

3)     Kerumitan
Kerumitan (complexity) adalah suatu struktur organisasi yang mengacu pada jumlah pekerjaan atau unit yang berbeda dalam organisasi.



Departementalisasi

Departementalisasi adalah proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokkan. Beberapa bentuk departementalisasi sebagai berikut :

1. Fungsi
2. Produk atau jasa
3. Wilayah
4. Langganan
5. Proses atau peralatan
6. Waktu
7. Pelayanan
8. Alpa-numeral
9. Proyek atau matriks

Departementalisasi fungsional mengelompokkan fungsi – fungsi yang sama atau kegiatan – kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Organisasi fungsional ini barangkali merupakan bentuk yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi.

Kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi- funsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi dan memungkinkan pegawai manajemen kepuncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi.
Pendekatan fungsional mempunyai berbagi kelemahan. struktur fungsional dapat menciptakan konflik antar fungsi-fungsi, menyebabkan kemacetan-kemacetan pelaksanaan tugas yang berurutan pada kepentingan tugas-tugasnya, dan menyebabkan para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inofatif.

Departementalisasi Divisional :Organisasi Divisional dapat mengikuti pembagian divisi-divisi atas dasar produk, wilayah (geografis), langganan, dan proses atau peralatan. Struktur organisasi divisional atas dasar produk. setiap departemen bertanggung jawab atas suatu produk atau sekumpulan produk yang berhubungan (garis produk).

Divisionalisasi produk adalah pola logika yang dapat diikuti bila jenis-jenis produk mempunyai teknologi pemrosesan dan metode-metode pemasaran yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam organisasi. Sturktur organisasi divisional atas dasar wilayah. Departementalisasi wilayah , kadang-kadang juga disebut depertementalisasi daerah , regional atau geografis , adalah pengelompokkan kegiatan-kegiatan menurut tempat dimana operasi berlokasi atau dimana satuan-satuan organisasi menjalankan usahanya.



Model-Model Desain Organisasi

Pada penerapannya, model desain orgranisasi terdiri dari 2 model, yaitu Desain organisasi Mekanistik dan Desain organisasi orgranik.

a)     Desain Organisasi Mekanistik.
-          Proses kepemimpinan tidak mencakup persepsi tentang keyakinan dan kepercayaan.
-   Proses motivasi hanya menyadap motif fisik, rasa, aman, dan ekonomik melalui perasaan takut dan sanksi.
-      Proses komunikasi berlangsung sedemikian rupa sehingga informasi mengalir ke bawah dan cenderung terganggu tidak akurat.
-       Proses interaksi bersifat tertutup dan terbatas, hanya sedikit pengaruh bawahan atas tujuan dan metode departemental.
-          Proses pengambilan keputusan hanya di tingkat atas, keputusan Relatif.
-          Proses penyusun tujuan dilakukan di tingat puncak original, tanpa mendorong adanya partisipasi kelompok.
-          Proses kendali dipusatkan dan menekankan upaya memperhalus kesalahan.

b)     Desain Orgranisasi Orgranik.
-          Proses kepemimpinan mencakup persepsi tentang keyakinan dan kepercayaan antara atasan dan bawahan dalam segala persoalan.
-         Proses motivasi berusaha menimbulkan motivasi melalui metode Partisipasi.
-     Proses komunikasi berlangsung sedemikian rupa sehingga informasi mengalir secara bebas keseluruh orgranisasi yaitu ke atas ke bawah dan kesamping.
-    Proses interaksi bersifat terbuka dan ekstensif, bai atasan ataupun bawahan dapat mempengaruhi tujuan dan metode partemental.
-  Proses pengambilan keputusan dilaksanakan di semua tingkatan melalui proses kelompok.
-  Proses penyusunan tujuan mendorong timbulnya partisipasi kelompok untuk menetapkan sasaran yang tinggi dan realistis.
-       Proses kendali menyeber ke seluruh orgranisasi dan menekan pemecahan masalah dan pengendalian diri.


Desain organisasi yang efektif tidak dapat berpedoman pada teori sebagai satu cara terbaik melainkan manajer harus menerima sudut pandang bahwa desain mekanistik atau desain organik lebih efektif bagi organisasi atau sub-sub untit di dalamnya.



Implikasi Manajerial Dalam Organisasi

Dapat menghasilkan struktur atau susunan yang berkualitas didalam suatu organisasi, karena ada teori yang mengatakan posisi adalah kualitas maka setiap orang yang menempati posisi yang ia kuasai dalam suatu organisasi akan menghasilkan kontribusi besar dalam suatu organisasi tersebut. itulah alasan mengapa diperlukan implikasi manajerial desain dan struktur organisasi.




Sumber :

Teori dan Arti Penting Kepemimpinan

Tugas 4 - Teori Organisasi Umum


Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.

Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama.

Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:

·         Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
·         Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
·         Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
·         Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
·         Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
Arti penting Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah “melakukannya dalam kerja” dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.


Tipologi Kepemimpinan

Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).

1.       Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.

2.       Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

3.      Tipe Paternalistis
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective), jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.

4.      Tipe Karismatik
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.

5.      Tipe Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan

Pemimpin memiliki tugas menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompok.
Dari keinginan itu dapat dipetik keinginan realistis yang dapat dicapai. Selanjutnya, pemimpin harus meyakinkan kelompok mengenai apa yang menjadi keinginan realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan. Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanakannya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses dimana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.

Untuk keberhasilan dalam pencapaian sutu tujuan diperlukan seorang pemimpin yang profesional, dimana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin.

Disamping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan Davis menyimpulkan ada empat faktor yang mempengaruhi kepemimpinan dalam organisasi, yaitu :

ü  Kecerdasan,
seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan yang melebihi para anggotanya.

ü  Kematangan dan keluasan sosial(Social manutary and breadth),
seorang pemimpin biasanya memiliki emosi yang stabil, matang, memiliki aktivitas dan pandangan yang ckup matang.

ü  Motivasi dalam dan dorongan prestasi(Inner motivation and achievement drives) ,
dalam diri seorang pemimpin harus mempunyai motivasi dan dorongan untuk mencapai suatu tujuan

ü  Hubungan manusiawi,
pemimpin harus bisa mengenali dan menghargai para anggotanya Menurut Greece, di dalam suatu organisasi, hubungan antara bawahan dengan pimpinan bersifat saling mempengaruhi.



Implikasi Manajerial Kepemimpinan dalam Organisasi

Teori dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan, yaitu “concern for people” dan “concern for production”. Pada dasarnya teorimanagerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek tersebut, yaitu :

Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.

Country Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu artinya perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan suasana organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.

Team yaitu kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian dan komitmen. Tekanan untama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan.

Task artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor utama keberhasilan organisasi. Penampilan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.

Midle Road artinya kepemimpinan yang menekankan pada tingkat keseimbangan antara tugas dan hubungan manusiawi , dengan kata lain kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan melalui penyeimbangan kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu pada tingkat yang memuaskan.




Sumber :

John Adair, “Cara Menumbuhkan Pemimpin”, Gramedia Pustaka Utama

Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Tugas 3 - Teori Organisasi Umum



Definisi Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan itu adalah  suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara / teknik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.

Dasar Pengambilan Keputusan :

Menurut George R.Terry dan Brinckloe disebutkan dasar-dasar pendekatan dari pengambilan keputusan yang dapat digunakan yaitu :

1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang didasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa keuntungan dan kelemahan.

2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan dihasilkan. Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat keputusan akan tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang terjadi kini.

3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.

4. Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.

5. Logika/Rasional
Pengambilan keputusan yang berdasarkan logika ialah suatu studi yang rasional terhadap semuan unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara logika terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

Ø  Kejelasan masalah
Ø  Orientasi tujuan : kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai
Ø  Pengetahuan alternatif : seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya
Ø  Preferensi yang jelas : alternatif bisa diurutkan sesuai criteria
Ø  Hasil maksimal : pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal



Jenis-Jenis Keputusan


Dalam mengambil keputusan tentusaja ada beberapa jenis, Keputusan dalam sebuah organisasi dapat digolongkan berdasarkan banyaknya waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan tersebut.
Secara garis besar, keputusan digolongkan menjadi 2 yaitu keputusan rutin dan keputusan yang tidak rutin.

a)     Keputusan rutin (Keputusan terprogram/keputusan terstruktur)
adalah keputusan yang sifatnya rutin dan berulang-ulang, dan biasanya telah dikembangkan secara tertentu untuk mengendalikannya atau diprogram. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pada manjemen tingkat bawah. Contoh keputusan pemesanan barang.

b)     Keputusan tidak rutin (Keputusan tidak terprogram/ tidak terstruktur)
adalah keputusan yang diambil pada saat-saat khusus dan tidak bersifat rutin. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas. Informasi untuk pengambilan keputusan tidak terstruktur tidak mudah untuk didapatkan dan tidak mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar. Pengalaman manajer merupakan hal yang sangat penting didalam pengambilan keputusan tidak terstruktur. Keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain merupakan contoh keputusan tidak terprogram.

Dalam mengambil keputusan, baik yang bersifat rutin maupun tidak, memiliki dasar pengambilan keputusan.



Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Kemudian terdapat enam faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan keputusan, antara lain:
a)     Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.

b)     Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subjective.

c)      Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.

d)     Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuanya dalam bertindak.

e)     Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.

f)       Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.



Implikasi Manajerial

Dalam kamus besar bahasa Indonesia implikasi mempunya arti yaitu akibat.kata implikasi sendiri dapat merujuk ke beberapa aspek salah satu aspek yang akan saya bahas kali ini implikasi manajerial. Dalam manajemen sendiri terdapat 2 implikasi yaitu :

Ø  Implikasi prosedural
meliputi tata cara analisis, pilihan representasi, perencanaan kerja dan formulasi kebijakan

Ø  implikasi kebijakan
meliputi sifat substantif, perkiraan ke depan dan perumusan tindakan.

Jadi implikasi manajerial memiliki arti Proses Pengambilan Keputusan Partisipatif Dalam Organisasi manajerial yang baik.



Teori Managerial Grid


         i.       Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.
            ii.  Country Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu artinya perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan suasana organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.
       iii.  Team yaitu kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian dan komitmen. Tekanan untama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan.
                iv.    Task artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor utama keberhasilan organisasi. Penampilan terletak pada penampilan individu dalam organisasi
          v.    Midle Road artinya kepemimpinan yang menekankan pada tingkat keseimbangan antara dan hubungan manusiawi , dengan kata lain kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan melalui penyeimbangan kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu pada tingkat yang memuaskan.



Sumber :